
“Ketika Guru Menanam, Tapi Orangtua Tak Menyiram – Anak Akan Jadi Apa?”
Pendidikan bukanlah tugas tunggal. Ia adalah ladang besar yang harus digarap bersama oleh banyak tangan, terutama guru dan orang tua. Jika guru menanam benih ilmu, nilai, dan karakter setiap hari di madrasah, maka orang tua sejatinya adalah pihak yang menyiram dan merawatnya di rumah. Tapi, apa jadinya jika yang satu bekerja keras menanam, sementara yang lain membiarkannya kering tanpa siraman perhatian?
Guru adalah sosok yang setiap hari berjibaku menanam nilai-nilai kebaikan, kedisiplinan, ilmu pengetahuan, etika, dan semangat belajar kepada anak-anak. Mereka hadir bukan hanya sebagai pengajar, tapi juga pembimbing dan pengarah. Di kelas, guru mengajarkan anak untuk menghargai waktu, bersikap jujur, dan bekerja sama dengan teman. Mereka menabur benih kebaikan yang kelak diharapkan tumbuh menjadi pohon kepribadian yang kuat.
Namun proses menanam ini memerlukan waktu, ketekunan, dan dukungan. Guru bukan penyihir yang bisa mengubah anak dalam sekejap. Mereka hanya memiliki sebagian waktu anak dalam sehari. Setelah bel pulang berbunyi, semua kembali kepada peran orang tua.
Setelah benih ditanam, siapa yang bertanggung jawab menyiram dan merawatnya? Jawabannya: orang tua. Di rumah, anak menghabiskan waktu jauh lebih lama dibandingkan di sekolah. Apa yang dilihat, didengar, dan dialami anak di rumah akan memperkuat atau justru meruntuhkan nilai-nilai yang diajarkan guru di madrasah.
Orang tua yang bersikap konsisten dengan nilai yang diajarkan di madrasah akan menjadi penyiram terbaik bagi tumbuhnya karakter anak. Namun, jika orang tua bersikap bertentangan – misalnya membiarkan anak tidak disiplin, memfasilitasi kebohongan, atau bahkan menunjukkan sikap kasar – maka siraman yang dibutuhkan itu tak pernah sampai. Lebih parah lagi, tanaman yang sudah tumbuh bisa layu, bahkan mati.
Anak yang tidak mendapatkan kesinambungan antara pendidikan di madrasah dan rumah akan tumbuh dengan kebingungan nilai. Di madrasah diajarkan tertib, di rumah dibiarkan semaunya. Di madrasah diajarkan jujur, di rumah melihat orang tua memanipulasi. Anak bisa tumbuh dengan perilaku ganda: baik di depan guru, tapi liar di luar rumah. Ini adalah benih krisis moral yang pelan-pelan merusak masa depan anak.
Anak bukan sekadar peniru, tapi penyerap yang luar biasa. Jika guru dan orang tua tidak sejalan dalam mendidik, anak akan lebih cenderung mengikuti lingkungan terdekatnya – yaitu keluarga.
Pendidikan anak tidak akan berhasil tanpa sinergi yang kuat antara guru dan orang tua. Madrasah bukan satu-satunya tempat belajar, dan guru bukan satu-satunya pendidik. Jika guru menanam, orang tua wajib menyiram. Jika keduanya bekerja sama, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang utuh – cerdas, berkarakter, dan berakhlak mulia.
Maka dari itu, mari kita renungkan bersama:
Ketika guru menanam, tapi orang tua tak menyiram – anak akan jadi apa?
Jangan sampai benih-benih kebaikan yang telah ditanam dengan susah payah itu layu hanya karena tak disiram di rumah. Pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama – mari saling menopang, bukan saling melepaskan.
Komentar
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
MTs, MA, dan SMK As-Salafiyah Ikuti Lomba Gerak Jalan Tingkat Kecamatan Pakong dalam Rangka HUT RI ke-80
Pakong – Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuru
Madrasah As-salafiyah Terpadu Gelar Upacara Bendera Peringatan HUT RI Ke-80 dengan Khitmat
Sumber Duko, Pakong – Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80, keluarga besar Madrasah As-Salafiyah yang terdiri dari MI, MTs,
Upacara Bendera Peringatan Hari Pramuka Nasional 2025 di MTs, MA, dan SMK As-Salafiyah Berlangsung Khidmat
Pakong – Dalam rangka memperingati Hari Pramuka Nasional tahun 2025, MTs, MA, dan SMK As-Salafiyah menggelar upacara bendera yang berlangsung khidmat
Juknis PIP (Program Indonesia Pintar) Madrasah 2025
Program Indonesia Pintar (PIP) Madrasah Tahun 2025 merupakan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan bagi siswa madrasah dari keluarga kurang mampu. Program ini dikelol
Pentingnya Memahami SKBK dan Peran Sentral Operator Madrasah
Setiap guru di lingkungan madrasah tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah SKBK, terutama dalam kaitannya dengan SIMPATIKA (Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidik
Semoga bermanfaat dan barokah